Daulah Umayyah di Andalusia
Kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus berakhir pada tahun 750 M, kekhalifahan pindah ke tangan Bani Abbasiyah. Namun, salah satu penerus Bani Umayyah yang bernama Abdurrahman ad-Dakhil dapat meloloskan diri pada tahun 755 M. Ia dapat lolos dari kejaran pasukan Bani Abbasiyah dan masuk ke Andalusia (Spanyol). Di Spanyol sebagian besar umat Islam di sana masih setia dengan Bani Umayyah. Ia kemudian mendirikan pemerintahan sendiri dan mengangkat dirinya sebagai amir (pemimpin) dengan pusat kekuasaan di Cordoba.
Adapun amir-amir Bani Umayyah yang memerintah di Andalusia (Spanyol) sebagai berikut:
a. Abdurrahman ad-Dakhil (Abdurrahman I), tahun 756-788 M.
b. Hisyam bin Abdurrahman (Hisyam I), tahun 788-796 M.
c. Al-Hakam bin Hisyam (al-Hakam I) , tahun 796-822 M.
d. Abdurrahman al-Ausat (Abdurrahman II) , tahun 822-852 M.
e. Muhammad bin Abdurrahman (Muhammad I) , tahun 852-886 M.
f. Munzir bin Muhammad, tahun 886-888 M.
g. Abdullah bin Muhammad, tahun 888-912 M.
h. Abdurrahman an-Nasir (Abdurrahman III) , tahun 912-961 M.
i. Hakam al-Muntasir (al-Hakam II) , tahun 961-976 M.
j. Hisyam II, tahun 976-1009 M.
k. Muhammad II, tahun 1009-1010 M.
l. Sulaiman, tahun 1013-1016 M.
m. Abdurrahman IV, tahun 1016-1018 M.
n. Abdurrahman V, tahun 1018-1023 M.
o. Muhammad III, tahun 1023-1025 M.
p. Hisyam III, tahun 1027-1031 M.
Pada masa pemerintahan Daulah Umayyah di Andalusia (Spanyol), Cordoba menjadi pusat berkembangnya ilmu pengetahuan. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan terjadi pada masa pemerintahan amir yang ke-8 yakni Abdurrahman an-Nasir dan amir yang ke-9 yakni Hakam al-Muntasir.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di Kota Cordoba ditandai dengan adanya Universitas Cordoba. Universitas ini memiliki perpustakaan dengan koleksi buku mencapai 400.000 judul. Pada masa kejayaannya Cordoba memiliki 491 masjid dan 900 pemandian umum. Karena air di kota ini tidak layak minum, pemerintah memiiki inisiatif untuk membangun instalasi air minum dari pegunungan sepanjang 80 km.
Tumbuh kembangnya ilmu pengetahuan di Cordoba membuat berbagai inisiatif dan inovasi dalam rangka membuat kehidupan lebih sejahtera dan nyaman. Didirikannya masjid-masjid yang megah dan indah menunjukkan bahwa pada saat itu kesadaran untuk meningkatkan ketakwaan dan keimanan juga sangat tinggi.
Daulah Umayyah di Damaskus dan Andalusia memperlihatkan kemajuan Islam di jaman dahulu, sampai saat ini Islam terus berkembang, sebagai seorang muslim, kita harus meneruskan kemajuan tersebut dengan berusaha mengerjakan hal-hal yang bermanfaat dan sesuai dengan petunjuk agama Islam.
Pendirian
Umayah di Andalusia
Andalusia adalah nama bagi semenanjung Iberia pada zaman kejayaan umayah.
Andalusia berasal dari vandal yang berarti negri bangsa vandal, karena
semenanjung Iberia pernah dikuasai oleh bangsa vandal sebelum terusir oleh
bangsa ghotia Barat (abad v M). Umat islam mulai menaklukan semenanjung
Iberia pada zaman Khalifah al-walid ibn Abd al-Malik (86-96 H/705-715).
Penaklukan semenanjung Iberia diawali dengan undangan salah satu raja ghotia
barat (Kristen) untuk membantunya melawan raja lainnya. Khalifah mengirim 500
orang pasukan yang dipipin oleh tarif ibnu malik pada tahun 91 H/710 M
dan mendarat disuatu tempat yang kemudian diberi nama tarifa. Ekspedisi ini
dianggap berhasil dan tarif kembali ke afrika utara dengan utara dengan
membawa banyak harta rampasan. Pada tahun 92 H/711 M, ibn Nushair (gubernur
afrika utara pada waktu itu) mengirim pasukan sebanyak 7000 orang
dibawaah pimpinan tariq ibn ziyad. Akhirnya tariq ibn ziyad berhasil
menguasai hampir seluruh kota yang ada di semenanjung Iberia atas bantuan musa
ibn nusyair. Akhirnya, musa ibn nusyair mendeklarasikan semenanjung Iberia
sebagai bagian dari kekuasaan umayah yang berpusat di damaskus. Ketika daulah
umayah di damaskus dihancurkan oleh bani abbas, abd al-Rahman ibn mu’awiyah
berhasil meloloskan diri dan menginjakan kakinya di Andalusia pada tahun 132
H/750 M. ia diberi gelar al-dakhil, karena beliau adalah pangeran dinasti
umayah pertama yang menginjakan kakinya bdisemenanjung Iberia. Beliau berhasil
menyingkirkan yusuf ibn abd al-rahman al-fihri yang menyatakan diri tunduk
kepada dinasti bani abbas pada tahun 138 H/756 M. abd al-rahman al-dakhil
memproklamirkan bahwa Andalusia lepas dari kekuasaan dinasti Bani Abbas dan ia
memakai gelar amir (buakn khalifah).
Selama 32 tahun berkuasa, Abd al-Rahman al-Dakhil berhasil mengatasi berbagai
ancaman, baik dari dalam maupun dari luar . karena ketangguhannya, kemudian ia
diberi gelar rajawali Quraisy. Karena kekuasaan dinasti bani abbas speninggal
al-mutawakil (247 H/861M) semakin merosot, Abd al-rahman al-dakhil
memproklamirkan diri sebagai khalifah dan memakai gelar amir almu’minin.
Sejak pertana kali
menginjakkan kaki ditanah Andalusia hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir
disana, Islam memainkan peranan yang sangat yang dilalui umat Islam di
Andalusia dapat dibagi menjadi enam periode:
1.
Periode Pertama (711 – 755 M)
Pada periode ini, Andalusia berada dibawah
pemerintahan para wali yang diangkat oleh khalifah Bani Umayyah yang berpusat
di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik Andalusia belum tercapai
secara sempurna, gangguan–gangguan masih terjadi baik dari dalam maupu luar.
Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan diantara elit penguasa,
terutama akibat perbedaan etnis dan golongan, terutama antara Basbar asal
Afrika Utara dan Arab. Didalam etnis arab sendiri, terdapat dua golongan yang
terus menerus bersaing, yaitu suku Qaisy (Ara Utara) dan Arab Yamani (Arab
Selatan). Perbedaan etnis ini seringkali menimbulkna konflik politik, terutama
ketika tidak ada figus penguasa yang tangguh. Itulah sebabnya di Andalusia pada
saat itu, tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasannya dalam jangka
eaktu yang agak lama.
Gangguan dari luar dari sisa-sisa musuh lama
di Andalusia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang
tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Karena seringnya konflik
internal dan berperang menghadapi musuh dari luar, maka
dalam periode ini Andalusia belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang
peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd AL Rahman
Al Dakhil pada tahun 138 H/755 M.
2.
Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Andalusia berada di bawah
pemerintahan amir, tetapi tumduk kepada pusat pemerintahan Islam yang ketika
itu dipegang oleh khalifah abbasiyah di Baghdad. Penguasa Andalusia pada
periode ini adalah Abd Al Rahman Al Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd Al Rahman Al
Ausath, Muhammad bin Abd Al Rahman, Munzir bin Muhammad dan Abdullah bin
Muhammad.
Mengenai Ad Dakhil, diceritakan sewaktu
dinasti bani umayyah tumbang oleh dinasti abbasiyah terjadi pembunuhan massal
dan pengejaran terhadap sisa-sisa keluarga Umayah. Ia melarikan diri menyusuri
Afrika Utara hingga tiba di Meknes. Maroko dan pindah ke Melilla, dekat Ceuta
di pesisir laut tangah menghadap semenanjung Liberia. Inilah buat pertama
kalinya seorang pangeran Bani Umayyah masuk ke Andalusia, sehingga ia mendapat
gelar Ad Dakhil. Setelah melumpuhkan penguasa Andalusia, Yusuf bin Abd Ar
Rahman, ia akhirnya berkuasa disana.
Pada periode ini, Andalusia mulai memperoleh
kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang perdaban. Abd
Al Rahman Al Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah dikota-kota
besar. Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam dan Hukum dikenal
sebagai pembaharu dalam bidang militer. Dialah yang memprakasai tentara bayaran
di Andalusia. Sedang Abd Al Rahman Al Ausath dikenal sebagai penguasa yang
cinta ilmu.
Pada
periode ini, berbagai ancaman dan kerusakan terjadi. Pada pertengahan abad ke 9
M. Stabilitas munculnya gerakan Kristen fanatic yang mencari kesyahidan
(Martydom). Tetapi gerakan ini tidak mendapat simpati dikalangan intern Kristen
sendiri, karena pemerintahan Islam kala itu mengembangkan kebebasan beragama.
Peribadatan tidak dihilangi, bahkan mereka juga tidak dihalangi bekerja sebagai
pegawai pemerinthan atau emnajdi karyawan pada intansi militer. Gangguan
politik paling serius dating dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di
Toledo pada tahun 852 M membentuk Negara kota dan bertahan sampai 80 tahun.
Disamping itu, sejumlah orang yang tidak puas terhadap penguasa melancarkan
revolusi, yang terpenting diantaranya pemberontakan Hafshun dan anaknya yang
berpusat dipegunungan dekat Malaga.
3.
Periode Ketiga (912-1013 M)
Pada periode ini, Andalusia diperintah oleh
penguasa dengan gelar khalifah. Penggunaan gelar ini berawal dari berita bahwa
al muktadir. Khalifah Bani Abbasiyah di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh
pengawalnya sendiri. Maka Abdurrahman III menilai bahwa keadaan ini menunjukkan
suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat
bahwa saat ini merupakan moment yang paling tepat untuk mmakai gelar khalifah yang
telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Maka dari itu,
gelar khalifah ini mulai dipakai sejak tahun 929 M Khalifah besar yang
memerintah pada periode ini yaitu Abd Al Rahman Al Nasir (912-916 M), Hakam II
(961-976M) dan Hisyam II (976-1009M).
Pada periode ini, Andalusia mencapai puncak
kemajuan dan kejayaan, menyaingi Baghdad di timur. Al Nashir mendirikan
universitas di cordova yang perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku.
Hakam II juga juga seoreang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada masa
ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota
berlangsung cepat.
4.
Periode ke empat ( 1013 – 1086)
Pada periode ini Andalusia terpecah menjadi
lebih 20 kerajaan kecil. Masa ini disebut Muluk al – Thawaif (Raja Golongan )
mereka mendirikan kerajaan berdasarkan etnis Barbar. Slovia ata u Andalus yang
bertikai satu sama lain sehingga menimbulka keberania umat Kristen di utara
untuk menyerang. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, para pihak
yangbertikai sering meminta bantuan kepada raja – raja Kristen. Periode ini
meskipun terjadi ketidakstabilan tetapi dalam bidang peradaban mengalami
kemajuan karena masing – masing ibu kota kerajaan local ingin menyaingi Cordova
sehingga muncullah kota –kota besar seperti Toledo, Sevilla, Malaga, dan
Granada.
5.
Periode ke lima ( 1086 – 1248)
Pada periode ini meskipun Andalusia terpecah
– pecah dalam beberapa Negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan,
yakni dinasti Murabhitun (1086-1143) dan dinasti Muwahidun (1146-1235 M).
murabhitun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf
bin Tasytin di afrika utara. Ia masuk ke Andalusia atas undangan penguasa islam
disana yang tengah menikul beban berat perjuangan mempertahankan negri dari
serangan orang Kristen. Ia dan tentaranya masuk Andalusia pada tahun 1086 M dan
berhasil mengalahkan pasukan castilia. Karena perpecahan dikalangan raja- raja
muslim, yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Andalusia dan berhasil. Tetapi
sepenggantinya adalah raja – raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan
dinasti ini berakhir baik di afrika utara maupun Andalusia sendiri.
Sepeninggal murabhitun, muncul-muncul dinasti
kecil, tapi berlangsung tiga tahun. Pada tahun 1146 M, dinasti muwahidun di
afrika utara yang didirikan oleh mehammad bin tumart. Dinasti ini datang ke
Andalusia dibawah pimpinan abd al mun’im. Antara tahun 1114 dan 1115 M,
kota-kota muslim penting di Andalusia seperti cordova. Almeria dan cannada
jatuh di bawah kekuasaannya. Untuk jangka beberapa decade, dinasti ini
mengalami banyak kemajuan. Kekuatan – kekuatan Kristen dapat dipukul mundur
akan tetapi, tidak lama setelah itu Muwahhidun mengalami keambrukan. Tentara
Kristen, pada tahun 1212 M, mendapat kemenangan besar di Las Navas de Tolesa.
Kekalahan – kekalahan yang dialami oleh Muwahhidun memaksa penguasanya keluar
dari Andalusia dan kembali ke afrika utara pada tahun 1235 M. Tahun 1238 M
cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh di tahun 1248 M. Seluruh
Andalusia kecuali Granada lepas dari kekuasaan islam.
6.
Periode ke enam (1248 – 1492)
Pada periode ini, islam hanya berkuasa di
daerah Granada. Di bawah dinasti bani ahmar (1232-1492 M) yang didrikan oleh
Muhammad bin Yusuf bin Nasr bin al-Ahmar. Peradaban mengalami kemajuan tetapi
hanya berkuasa di wilayah yang kecil seperti pada masa kekuasaan Abdurrahman an
–Nashir. Namun pada decade terkhir abad 14 M, dinasti ini telah lemah akibat
perebutan kekuasaan. Kesempatan ini dimanfaatkan olen kerajaan Kristen yang
telah mempersatukan diri melalui pernikahan antar Esabella dan Aragon dengan
raja Ferdinand dari Castilla untuk bersama – sama merebut kerajaan Granada.
Pada tahun 1487 menguasai Almeria tahun 1492 menguasai Granada. Raja terakhir
Granada, Abu Abdullah, melarikan diri ke afrika utara.
Perkembangan Peradaban Islam di Andalusia
1. Perkembangan Pembangunan
Kemajuan
Bani Umayyah di Andalusia diraih pada masa pengganti Abd al-Rahman al-Dakhil.
Kemajuan Kordova ditandai dengan pembangunan yang megah diantaranya:
1. al-Qashr al-Kabir
, kota satelit yang didalamnya terdapat gedung-gedung istana megah.
2. Rushafat, istana yang
dikelilingi oleh taman yang di sebelah barat laut Cordova.
3. Masjid jami’ Cordova,
dibangun tahun 170 H/786 M yang hingga kini masih tegak.
4. Al-Zahra, kota satelit di
bukit pegunungan Sierra Monera pada tahun 325 H/936 M. Kota ini dilengkapi
dengan masjid tanpa atap (kecuali mihrabnya) dan air mengalir ditengah masjid,
danau kecil yang berisi ikan-ikan yang indah, taman hewan (margasatwa), pabrik
senjata, dan pabrik perhiasan.[4]
2. Perkembangan
Ekonomi
Perkembangan
baru spanyol juga didukung oleh kemakmuran ekonomi pada abad ke-9 dan abad
ke-10. Perkenalan dengan pertanian irigasi yang didasarkan pada pola-pola
negeri Timur mengantarkan pada pembudidayaan sejumlah tanaman pertanian yang
dapat diperjual-belikan , meliputi buah ceri, apel, buah delima, pohon ara,
buah kurma, tebu, pisang, kapas, rami dan sutera. Pada saat yang sama, Spanyol
memasuki fase perdagangan yang cerah lantaran hancurnya penguasaan armada
Bizantium terhadap wilayah barat laut Tengah. Beberapa kota seperti seville dan
Cordova mengalami kemakmuran lantaran melimpahnya produksi pertanian dan
perdagangan internasional.
3. Perkembangan
Intelektual
Dalam
masa lebih dari tujuh abad kekuasan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai
kejayaannya di sana. Banyak sekali kontribusi bagi kebangunan budaya Barat.
Kebangkitan intelektual dan kebangunan kultural Barat terjadi setelah
sarjana-sarjana Eropa mempelajari, mendalami dan menimba begitu banyak
ilmu-ilmu Islam dengan cara menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan Islam ke
dalam bahasa Eropa. Mereka dengan tekun mempelajari bahasa Arab untuk dapat
menerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan Islam.
Dalam
sejarah Andalusia, kota Toledo pernah menjadi pusat penerjemahan. Banyak
sarjana-sarjana Eropa yang berdatangan ke kota Toledo untuk belajar dan
mendalami buku-buku ilmu pengetahuan Islam. Islam di Spanyol telah mencatat
satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Sains
dan Teknologi.[5]
Masyarakat
Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari
komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang
spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah
(penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman
dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi,
Kristen Mujareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran
Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan sumbangan
intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalusia yang melahirkan
kebangkitan llmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.[6] Disamping dari faktor
kemajemukan masyarakatnya, negeri yang subur juga mendorong negeri Spanyol
dalam mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya banyak
menghasilkan pemikir. Berikut dibawah ini uraian mengenai perkembangan
intelektual di masing-masing bidang:
a. Astronomi
Di
bidang astronomi, sarjana Islam al-Khawarizmi banyak sekali memberikan
sumbangannya dengan karya-karyanya dan mempunyai pengaruh terbesar terhadap
kontribusi ilmu pasti diantara semua penulis di abad pertengahan. Ia menulis
buku al Jabr wa al-Muqabalah, yang memuat daftar astronomi yang tertua
dan al-Khwarizmi merupakan orang pertama yang menyusun buku ilmu berhitung dan
aljabar.[7]
Namun
disamping itu, tokoh yang paling terkenal dalam ilmu astronomi adalah Ibrahim
ibn Yahya al-Naqqash. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan
menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat
menentukan jarak antara tata surya dan bintang.[8]. Ada pula Al-majiriyah
dari Cordova, al-Zarqali dari Toledo dan Ibn Aflah dari Seville, merupakan para
pakar ilmu perbintangan yang sangat terkenal saat
itu.
.
b. Matematika
Ilmu
eksakta yakni matematika mulai berkembang karena didorong dengan adanya
perkembangan filsafat. Ilmu pasti dikembangkan orang Arab berasal dari buku
India yaitu Sinbad, yang diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh Ibrahim al-fazari
(154 H/ 771 M).[9] Dengan perantara buku ini,
kemudian Nasawi seorang pakar matematika memperkenalkan angka-angka India
seperti 0,1, 2, hingga 9), sehingga angka-angka India di Eropa lebih dikenal
dengan angka Arab.
c.
Filsafat
Sumbangan
Islam dalam filsafat tak kurang pula terhadap dunia Barat. Minat filsafat dan
ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M di masa Khilafah Bani
Umayyah, Muhammad ibn Abd al-Rahman (832-886 M).[10]Karya-karya ilmiah dan
filosofis dalam jumlah besar diimpor dari Timur, sehingga Cordova menjadi perpustakaan
dan universitas besar yang dapat menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu
pengetahuan didunia Islam. Dalam keadaan ini, maka Spanyol banyak melahirkan
filosof-filosof besar.
Tokoh
pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn
al-Sayigh (Ibn Bajjah). Ia lahir di Saragosa, lalu pindah ke Sevilla dan
Granada. Ia bersifat etis dan eskatologi dalam masalah yang dikemukakannya
seperti al-Farabi dan Ibn Sina. Magnum opusnya adalah tadbir al-Mutawahhid.Tokoh
kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy (sebuah dusun kecil
disebelah timur Granada. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay
ibn Yaqzhan.[11]
Abad
12 sampai abad 16, aliran Ibn Rusyd (1126-1198 M) mendominasi lapangan filsafat
di Iberia dan Eropa. Ibn Rusyd dari Cordova ini, dikenal sebagai komentator
pikiran-pikiran Aristoteles sehingga dijuluki Aristoteles II. Ia juga memiliki
ciri kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah tentang keserasian filsafat
dan agama. Sedang al-Kindi terkenal dengan menggabungkan dalil-dalil Plato dan
Aristoteles dengan cara Neo-Platonis.]
d.
Kedokteran
Ada
banyak sumbangan Islam yang sangat menonjol dan telah menjadi dasar kemajuan
Barat dalam ilmu kedokteran. Dokter Islam, al-Kindi (809-873 M), telah menulis
buku Ilmu Mata yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi Optics. Selain
itu, terkenal pula ar-Razi (865-925 M) yang oleh orang Barat-Latin disebut
Rhazez. Ia mengarang sebuah buku kedokteran berjudul al-Hawi. Buku
tersebut telah diterjemahkan oleh Faraj bin Salim (seorang tabib Yahudi dari
Sicilia) ke dalam bahasa Latin dengan judul Continens atas perintah Raja
Farel dari Anyou. Ia memuat dan merangkum ilmu ketabiban dari Persi, Yunani dan
Hindu, dan hasil-hasil penyelidikan.
Ahli
kedokteran yang terkenal pada saat itu antara lain adalah Abu al-Qasim
al-Zahrawi. Di Eropa ia dikenal dengan nama Abulcassis. Beliau adalah seorang
ahli bedah terkenal dan menjadi dokter istana. Ia wafat pada tahun 1013 M. Di
antara karyanya yang terkenal adalah al-tasrif terdiri dari 30 jilid. Selain
al-Qasim, terdapat seorang filosuf besar bernama Ibn Rusyd yang juga ahli dalam
bidang kedokteran. Di antara karya besarnya adalah Kulliyat
al-Thib.
Dokter
islam lain yang terkenal adalah Ibnu Sina (Avecinna). Ia menulis buku yang
berjudul al-Qonun fit-Thib, diterjemahkan dalam bahasa Latin dengan
judul Qonun of Medicine dan menjadi buku pegangan diperguruan-perguruan
tinggi selama 30 tahun terakhir dari abad 15. Buku kedoteran lain Ibn Sina
berjudul Materia Medica memuat kira-kira 760 macam ilmu dipakai pedoman
terutama di Barat. Dikatakan oleh William Osler, bahwa diantara kitab-kitab
yang lain, kitab Ibnu Sina lah yang tetap merupakan dasar ilmu ketabiban untuk
masa yang paling lama.[13]
e.
Sastra
Lahirnya
karya-karya sastra di dorong oleh kemajuan bahasa pada waktu itu. Bahasa Arab
telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol baik oleh
orang-orang Islam maupun non-islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomorduakan
bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab,
baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Karya-karya sastra yang banyak
bermunculan, seperti al-‘Iqd al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirah
fi Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, kitab al-Qalaid karya
al-Fath Ibn Khaqan, dan banyak lagi yang lain.[14]
f.
Sejarah
Dalam
bidang ilmu sejarah ternyata karya-karya ilmu sejarah ternyata juga memberikan
sumbangan dan pengaruh dalam pemikiran-pemikiran sarjana Barat. Ibnu Khaldun,
melalui karya Muqaddimah-nya, dialah yang pertama kali mengemukakan
teori perkembangan sejarah, baik berdasarkan penyelidikan faktor jasmani dan
iklim, maupun kekuatan moral dan ruhani. Sebagai orang yang mencari dan
merumuskan hukum kemajuan dan keruntuhan bangsa, maka Ibnu Khaldun dapat
dianggap sebagai pencipta ilmu baru, karena tak ada penulis Arab maupun Eropa
yang mempunyai pandangan sejarah yang sejelas itu dan mengulasnya secara
filsafat. Buku Muqaddimah Ibnu Khaldun menjadi tumpuan studi para ahli
Barat dan ahli-ahli lainnya, dan kebebasan Ibnu Khaldun diakui oleh sejarawan
Toynbee.[15]
Keruntuhan Kekuasaan Islam di
Andalusia
Dalam masa kekuasaan Islam di Spanyol yang
begitu lama tentu memberikan catatan besar dalam mengembangkan dan memberikan
sumbangan yang sangat berharga bagi peradaban dunia. Namun, sejarah panjang
yang telah diukir kaum muslim menuai kemunduran dan kehancuran. Kemunduran dan
kehancuran disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Konflik Islam dengan
Kristen
Keadaan
ini berawal dari kurang maksimalnya para penguasa muslim di Andalusia dalam
melakukan proses Islamisasi. Hal ini mulai terlihat ketika masa kekuasaan
setelah al-Hakam II yang dinilai tidak secakap dari khalifah sebelumnya. Bagi
para penguasa, dengan ketundukan kerajaan-kerajaan kristen dibawah kekuasaan
kristen hanya dengan membayar upeti saja, sudah cukup puas bagi mereka. Mereka
membiarkan umat Kristen menganut agamanya dan menjalankan hukum adat dan
tradisi kristen, termasuk hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan
senjata.
Namun,
kehadiran Arab Islam tetap dianggap sebagai penjajah sehingga malah memperkuat
nasionalisme masyarakat Spanyol Kristen. Hal ini menjadi salah satu penyebab
kehidupan negara Islam di Andalusia tidak pernah berhenti dari pertentangan
antara Islam dan Kristen. Akhirnya pada abad ke-11, umat Islam Andalusia
mengalami kemunduran, sedang umat Kristen memperoleh kemajuan pesat dalam bidang
IPTEK dan strategi perang.
2. Tidak Adanya Ideologi
Pemersatu
Hal
ini terjadi hingga abad ke-10 atas perlakuan para penguasa muslim sebagaimana
politik yang dijalankan Bani Umayyah terhadap para mu’allaf yang berasal dari
umat setempat. Mereka diperlakukan tidak sama seperti tempat-tempat daerah
taklukan Islam lainnya. Kenyataan ini ditandai dengan masih diberlakukannya
istilah ibad dan muwalladun, suatu ungkapan yang dinilai
merendahkan.
Akhirnya
kelompok-kelompok etnis non-Arab terutama etnis Salvia dan Barbar, sering
menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal ini menimbulkan dampak besar bagi
perkembangan sosio-ekonomi di Andalusia. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
ieologi pemersatu yang mengikat kebangsaan mereka. Bahkan banyak diantara
mereka yang berusaha menghidupkan kembali fanatisme kesukuan guna mengalahkan Bani
Umayyah.
3. Kesulitan Ekonomi
Dalam
catatan sejarah, pada paruh kedua masa Islam di Andalusia, para penguasa begitu
aktif mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga mengabaikan
pengembangan perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang memberatkan
dan berpengaruh bagi perkembangan politik dan militer. Kenyataan ini diperparah
lagi dengan datangnya musim paceklik dan membuat para petani tidak mampu
membayar pajak. Selain itu, penggunaan keuangan negara tidak terkendali oleh
para penguasa muslim.
4. Tidak jelasnya Sistem
Peralihan kekuasaan
Kekuasaan
merupakan hal yang menjadi perebutan diantara ahli waris. Karena inilah
kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk al-Thawaif muncul. Maka, Granada yang
awalnya menjadi pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol akhirnya jatuh ke
tangan Ferdinand dan Isabella.
5. Keterpencilan
Spanyol
Islam bagaikan negeri terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang
sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Oleh karena itu,
tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen disana.
Perkembangan
Peradaban
Kemajuan
perkembangan islam pada masa Dinasti
Umayyah II ini terjadi pada masa
pemerintahan Abdurahman III dan Hakam II, yaitu pada tahun 350-
366 H / 961- 976 M. Perkembangan pada masa kejayaan Daulah Umayyah ini
yang termasyhur adalah perkembangan kota dan seni bangunan, perkemangan bahasa
dan sastra arab dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Dimana dasar pemikiran hikumnya
adalah hadits. Mahzab ini diperkenalkan pertama kali ole Ziad ibn Abd al- Rahmanibn Ziyad al- lahmi. Tokoh
lainya antara lain ibn Hazm.Semula ibn
Hazm menganut mahzab Sya fi’I, tetapi kemudin beralih menjadi pengikut imam
Daud al- Dhahiri. Ia telah berperan mngembangkan 2 mahzab ini di Andalusia.[1][3]
Andalusia pada saat itu sudah
mencapai tingkat peradaban yang sangat
maju, sehingga penduduknya terhindar dari buta huruf. Kemajuan ini didukung
karena para khalifahnya yang cinta akan ilmu pengetahuan.
Telah di sebut
bahwa arus ekspansi islam di mulai setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW (632 M)
dan mencapai puncaknya pada masa Khalifah umayah (sebut Umayah) VI, Al-Walid,
di mana peta islam meluas ke barat sampai semenanjung Liberia dan di kaki
gunung Pyrenia (Pyreenes), prancis termasuk Afrika Utara, fi utara meliputi
Asia Kecil dan Armenia dengan rute-rute pantai laut kaspia menyebrangi sungai
Oxus, Asia tengah bagian Rusia yang di kuasai setelah penaklukan Azerbeijan,
sebagian Georgia, seberang sungai jihun, dan ke timur sampai india dan
perbatasan China. Dalam waktu yang relative singkat di bawah kepemimpinan
gubernur jendral Al-Maghrib, Musa bin Nushair, dengan panglima perang gubernur
Tangier, Thariq bin Ziyad, seorang mu’allaf, masih remaja dari Lowata, Anak
suku barbar, yang berhasil menaklukkan Andalusia.[2][4]
Dengan demikian
dapat di katakan bahwa peradaban islam sudah bersifat internasional, meliputi
tiga benua: sebagian Eropa, sebagian Afrika, sebagian besar Asia. Penduduknya
meliputi puluhan bangsa, menganut bermacam-macam bahasa. Semua itu di satukan
dengan bahasa Arab sebagai bahasa pemersatu dan agama islam menjadi agama resmi
Negara.[3][5]
Perkembangan peradaban islam di Andalusia di antaranya
-
Bidang
Politik
-
Bidang Sosial
-
Bidang Sastra
-
Bidang Ekonomi
-
Bidang Ilmu pengetahuan
-
Bidang Kota dan Arsitektur
KESIMPULAN
Andalusia, sebuah negeri yang meninggalkan
jejak begitu besar di sepanjang sejarah umat Islam pada awal perkembangan Islam
di dunia Eropa. Tentu hal ini menyita banyak perhatian besar dari berbagai
khalayak umat Islam. Dikatakan demikian, karena penguasaan Islam
terhadap semenanjung Iberia lebih khusus Andalusia, telah menunjukkan
bahwa Islam telah tersebar ke negara Eropa.
Mulai dari tahapan awal proses masuknya Islam, dimana
wilayah Spanyol diduduki oleh khalifah-khalifah dalam setiap dinasti-dinasti
yang didirikan dalam setiap periodenya. Tentu, hal ini banyak memiliki peranan
yang sangat penting dan besar dalam perkembangan umat Islam. Dimana pada
akhirnya Islam pernah berjaya di Spanyol dan berkuasa selama tujuh setengah
abad. Suatu masa kekuasaan dalam waktu yang sangat lama untuk mengembangkan
Islam.
Namun, di balik usaha keras umat Islam mempertahankan
kejayaan pada masa sekian abad itu, umat Islam menghadapi kesulitan yang amat
berat. Dimana pada suatu ketika, umat Islam diterpa serangan-serangan penguasa
Kristen yang sampai-sampai umat Islam tidak kuasa menahan serangan-serangan
penguasa Kristen yang semakin kuat itu. Sehingga pada akhirnya Islam
menyerahkan kekuasaannya dan semenjak itu berakhirlah kekuasaan Islam di
Spanyol.
Demikianlah Islam di Andalusia, walaupun pada akhirnya
berakhir dengan kekalahan, namun islam muncul sebagai suatu kekuatan budaya dan
sekaligus menghasilkan cabang-cabang kebudayaan dalam segala ragam dan
jenisnya. Banyak sekali kontribusi Islam bagi kebangunan peradaban dan
kebudayaan baru Barat. Sumbangan Islam itu telah menjadi dasar kemajuan
Barat terutama dalam bidang-bidang politik, ekonomi, sains dan teknologi,
astronomi, filsafat, kedokteran, sastra, sejarah dan hukum.
.